Emulsi
Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau
larutan obat yang terdispersi dalam cairan pembawa dan distabilkan oleh zat
pengemulsinya atau surfaktan yang cocok ( Farmakope Indonesia Ed.III )
Emulsi
merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak dapat bercampur, biasanya
terdiri dari minyak dan air, dimana cairan yang satu terdispersi menjadi
butir-butir kecil dalam cairan yang lain. Dispersi ini tidak stabil, butir –
butir ini bergabung ( koalesen ) dan membentuk dua lapisan yaitu air dan minyak
yang terpisah yang dibantu oleh zat pengemulsi ( emulgator ) yang
merupakan komponen yang paling penting untuk memperoleh emulsa yang stabil .
Semua
emulgator bekerja dengan membentuk film ( lapisan ) di sekeliling butir – butir
tetesan yang terdispersi dan film ini berfungsi agar mencegah terjadinya
koalesen dan terpisahnya cairan dispersi sebagai zat pemisah. Terbentuk dua
macam tipe emulsi yaitu tipe M/A dimana tetes minyak terdispersi dalam fase air
dan tipe A/M dimana fase intern adalah air dan fase ekstern adalah minyak .
Zat-zat
pengemulsi ( Emugator ) yang biasa digunakan adalah PGA, PGS, Gelatin,
Tragacantha, Sapo, ammonium kwartener, senyawa kolestrol, Surfaktan seperti
Tween dan Span, kuning telur atau merah telur, CMC, TEA, Sabun, dll.
Teori Emulsifikasi
Ada 3 teori tentang pembentukan emulsi , yaitu :
1.
Teori Tegangan Permukaan
Teori ini
menjelaskan bahwa emulsi terjadi bila ditambahkan suatu substansi yang
menurunkan tegangan antar muka diantara 2 cairan yang tidak bercampur .
2.
Teori Orientasi Bentuk Baji
Teori ini
menjelaskan fenomena terbentuknya emulsi dengan dasar adanya kelarutan selektif
dari bagian molekul emulgator, ada bagian yang bersifat suka terhadap air atau
mudah larut dalam air ( hidrofil ) dan ada bagian yang suka dengan minyak atau
larut dalam minyak ( Lifofil ) .
3.
Teori Film Plastik
Teori ini
menjelaskan bahwa emulgator ini mengendap pada permukan masing-masing
butir tetesan fase dispersi dalam bentuk film yang plastis.
( Farmasetika ,
180 )
Surfaktan dapat membantu pembentukan emulsi dengan
mengabsorpsi antar muka, dengan menurunkan tegangan iterfasial dan bekerja
sebagai pelindung agar butir-butir tetesan tidak bersatu. Emulgator membantu
terbentuknya emulsi dengan 3 jalan, yaitu :
1. Penurunan tegangan antar muka (
stabilisasi termodinamika ).
2. Terbentuknya film antar muka yang kaku (
pelindung mekanik terhadap koalesen ).
3. Terbentuknya lapisan ganda listrik, merupakan
pelindung listrik dari pertikel.
Penggunaan
Emulsi
Penggunaan Emulsi dibagi menjadi 2 golongan yaitu emulsi
untuk pemakaian dalam dan emulsi untuk pemakaian luar. Emulsi untuk pemakaian
dalam meliputi peroral atau injeksi intravena sedangkan untuk pemakaian luar
digunakan pada kulit atau membran mukosa yaitu liniment, lotion, krim dan
salep. Emulsi utuk penggunaan oral biasanya mempuyai tipe M/A. Emulgator
merupakan film penutup dari minyak obat agar menutupi rasa obat yang tidak
enak. Emulsi juga berfaedah untuk menaikkan absorpsi lemak melalui dinding
usus. Emulsi parental banyak digunakan pada makanan dan minyak obat untuk hewan
dan juga manusia.
Emulsi yang dipakai pada kulit sebagai obat luar bisa
dibuat sebagai emulsi M/A atau A/M, tergantung pada berbagai faktor seperti
sifat zat terapeutik yang akan dimasukkan ke dalam emulsi, keinginan untuk
mendapatkan efek emolient atau pelembut jaringan dari preparat tersebut dan
dengan keadaan permukaan kulit. Zat obat yang mengiritasi kulit umumnya kurang
mengiritasi jika ada dalam fase luar yang mengalami kontak langsung dengan
kulit.
( Ansel , 377 )
Pembuatan Emulsi
Dalam membuat
emulsi dapat dilakukan dengan 3 metode , yaitu :
1. Metode Gom Basah ( Metode Inggris )
Yaitu dengan
membuat mucilago yang kental dengn sedikit air lalu ditambahkan minyak sedikit
demi sedikit dengan diaduk cepat. Bila emulsi terlalu kental, ditambahkan air
sedikit demi sedikit agar mudah diaduk dan diaduk lagi ditambah sisa minyak.
Bila semua minyak sudah masuk ditambahkan air sambil diaduk sampai volume yang
dikehendaki. Cara ini
digunakan terutama bila emulgator yang akan dipakai berupa cairan atau harus
dilarutkan dulu dengan air.
2. Metode Gom Kering
Metode ini juga
disebut metode 4:2:1 ( 4 bagian minyak, 2 bagian air dan 1 bagian gom ),
Selanjutnya sisa air dan bahan lain ditambahkan. Caranya ialah 4 bagian minyak
dan 1 bagian gom diaduk dan dicampur dalam mortir yang kering dan bersih sampai
tercampur benar, lalu ditambahkan 2 bagian air sampai terjadi corpus emulsi.
Tambahkan sirup dan tambahkan sisa air sedikit demi sedikit, bila ada cairan
alkohol hendaklah ditambahkan setelah diencerkan sebab alkohol dapat merusak
emulsi .
3. Metode HLB
Dalam hal ini
berhubungan dengan sifat-sifat molekul surfaktan mengenal sifat relatif dari
keseimbangan HLB ( Hydrophiel-Lyphopiel Balance ). ( Farmasetika , 186-187 )
Ketidakstabilan emulsi dapat digolongkan sebagai berikut
, yaitu :
1.
Flokulasi dan Creaming
Merupakan
pemisahan dari emulsi menjadi beberapa lapis cairan, dimana masing-masing lapis
mengandung fase dispersi yang berbeda.
2.
Koalesen dan pecahnya emulsi ( Craking atau breaking )
Pecahnya emulsi
yang bersifat tidak dapat kembali. Penggojokkan sederhana akan gagal untuk
mengemulsi kembali butir-butir tetesan dalam bentuk emulsi yang stabil.
3.
Inversi adalah peristiwa berubahnya tipe emulsi M/A ke tipa A/M atau sebaliknya
.
( IMO , 148 )
info bagus ya.,
BalasHapusmaksh info ny
BalasHapus